ACEH
di ujung utara Pulau Sumatera identik dengan Aceh sebagai Serambi
Mekah. Wilayah itu merupakan tanah bekas kerajaan-kerajaan Islam yang
kuat dengan perdagangan yang maju serta angkatan perangnya yang jaya
pada abad-abad ke-8 sampai ke-19. Daerah ini juga dikaruniai Tuhan
dengan kekayaan dan keindahan alam serta budayanya yang maju. Profil dan
letak geografis daerahnya menguntungkan karena terapit di antara
Samudera Indonesia dan Selat Sumatera sehingga menjadikan pantainya
seperti untaian zamrud.
Keindahan alamnya yang mempesona hampir dijumpai di setiap jengkal
tanah, gunung, dan pantainya. Aceh sebagaimana daerah lainnya, sudah
sejak lama dikenal sebagai daerah tujuan wisata (DTW) karena menyimpan
banyak kekayaan budaya dan keindahan alamnya yang belum banyak
tersingkap atau diketahui umum.
Misalnya, potensi wisata yang masih terpendam ini terletak di kawasan
sepanjang 600 km bagian pantai barat Aceh. Mulai dari atas Geureutee
(daerah pegunungan) pantai barat ini sampai ke bawah yang atau dari Desa
Daya/Unga sampai Kuala Dhou Legeun (sekitar 85 km dari Banda Aceh arah
ke Meulaboh), sekarang dikenal sebagai Kecamatan Lamno. Terhampar pantai
berpasir putih yang indah berkilauan dan di kaki Geureutee ini,
terdapat sebuah kawasan indah bekas Kerajaan Islam Daya, yang pernah
jaya dan kuat.
Yang menarik sekarang dibekas Kerajaan Daya ini terdapat beberapa desa
dengan penduduk bermata biru, berkulit putih, berambut pirang dengan
tubuh profil Eropa. Mereka adalah warga asli Lamno yang menurut sejarah
adalah turunan Portugis. Sebuah kapal perang Portugis yang kalah perang
dengan Belanda di Melaka/Singapura. Dalam perjalannya dari Singapura ke
negaranya mengalami kerusakan dan terdampar di daratan Kerajaan Daya,
pada abad ke-15.
Raja Daya tidak membiarkan begitu saja kapal perang Portugis yang lari
dari Perang Malaka dan Singapura itu bersembunyi di daratan Daya.
Tentara Daya menembaki kapal itu dengan meriam-meriam besar hingga
kapalnya tenggelam. Semua awak kapal dan tentara Portugis menyerah dan
minta perlindungan dari Raja Daya, sambil menunggu datangnya kapal
Portugis datang menjemput mereka.
Seluruh awak dan tentara Angkatan Laut Portugis tersebut kemudian
ditawan oleh Raja Daya dan dikurung dalam suatu kawasan yang berpagar
tinggi. Mereka menunggu bantuan, tetapi komunikasi sulit dan bantuan tak
pernah datang. Akhirnya mereka menyerah kepada Raja Daya dan menyatakan
masuk agama Islam. Setelah itu mereka pun dibebaskan dari tempat
tawanannya. Mereka kemudian diajar bertani, diajar bahasa, adat istiadat
dan kebudayaan Aceh, dan belajar menjadi orang Aceh. Dan jadilah mereka
penduduk Aceh hingga sekarang. Kalau melihat warga Lamno yang bermata
biru atau coklat dan berprofil Eropa ini, tak salah kalau pakar sejarah
Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Muhammad Gade, mengatakan ejaan lama
kata "ATJEH" mempunyai makna, Arab (A), Tjina (Tj), Eropa (E), dan
Hindustan/India (H). Maka orang Aceh yang sekarang, sebagian besar
adalah keturunan Arab, Cina, Eropa, dan Hindustan.
Kerajaan Islam pertama adalah Pasai (Pase) berdiri pada abad ke- 9.
Pase yang sekarang tepatnya berada di kawasan pantai Samudera Gedong,
sekitar 25 km dari Lhok Seumawe arah ke Medan. Di sini masih dapat
disaksikan bekas-bekas bandar besar dan sebuah kompleks makam besar
keluarga Sultan Pase (Sultan Malikussaleh). Tanah sekitar Bandar Pase
ini hingga sekarang banyak mengandung pecahan keramik kuno Cina yang
diperkirakan dibawa oleh kapal-kapal Cina yang kemudian juga terlibat
perang dengan Kerajaan Pase.
Kerajaan Pase, Daya dan Pedir (Pidie), dan Lamuri kemudian bersatu
menjadi Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1513 di bawah Raja Ali
Mughayat Syah dari Kerajaan Lamuri. Ketika Kerajaan Pase diperintah
Sultan Zainal Abidin (tahun 1511), tentara Portugal sebelum berperang
melawan Kerajaan Melaka, sempat menyerang Kerajaan Pase.
Menurut Ali Akbar, Ketua Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA) Cabang
Kabupaten Aceh Utara, semua peristiwa itu masih dapat dibaca tertulis
dalam aksara Babilonia, Arab, dan Turki kuno pada beberapa batu nisan
besar Kompleks Makam Sultan Malikussaleh, Raja Pasai (Pase).
TIDAK heran kalau orang yang pernah datang ke kawasan Daya Lamno ini akan bertemu dengan banyak sekali wajah-wajah cantik pria dan wanitanya. Mereka bermata biru atau coklat, berkulit putih, berambut pirang, hidung mancung dengan profil jangkung tubuh Eropa. Membuat mereka berbeda dengan orang Aceh lainnya.
Perbedaan menyolok ini membuat warga turunan Portugis di Lamno Aceh
Barat, terutama wanitanya menjadi pemalu. Padahal mereka adalah orang
Aceh juga, menggunakan bahasa Aceh yang pasih, dan juga pemeluk Islam
yang taat beribadat. Namun, mereka bukanlah warga yang sombong, sikap
malu hanya muncul jika mereka didatangi oleh orang asing yang belum
mereka kenal saja.
Oleh karena itu, adalah sulit sekali mengajak mereka berbicara, kalau
tidak didampingi oleh salah seorang tokoh desanya. Jarang sekali bisa
mendapat kesempatan untuk memotret wajah-wajah gadis Lamno yang cantik
itu. Mereka selalu lari menghindar jika ada yang hendak mengambil foto
dirinya.
Menurut cerita begitu pemalunya warga Lamno bermata biru turunan
Portugis ini hingga mereka hanya bergaul dalam kelompok mereka atau
dengan orang desa yang mereka kenal saja. Perkawinan pun hanya terjadi
sesama turunan Portugis. Tetapi, belakangan ini karakter malu itu mulai
berobah karena akhirnya mereka menyadari bahwa mereka adalah orang Aceh
juga.
Hingga ada juga satu atau dua gadisnya yang mau menikah dengan warga
Lamno lainnya, dan bahkan banyak juga yang berhasil diboyong orang Aceh
lainnya. Memang hingga sekarang sulit sekali mempersunting gadis Lamno
ini dan mereka memang wanita-wanita berwajah cantik yang taat sekali
beribadat, dan kebanyakan mereka belajar di sekolah-sekolah Agama Islam
atau Pesantren dan kemudian melanjutkan kuliahnya ke Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) di Banda Aceh.
Adat istiadat warga Lamno bermata biru ini tak berbeda dengan adat
istiadat dan kebudayaan masyarakat pada umumnya. Bahasa Aceh mereka,
logat, maupun aksen, serta pengucapannya sama dengan bahasa Aceh biasa
dan berlogat Aceh Barat. Menu makanan, dan makanan khasnya adalah
makanan khas Aceh, seperti kari, dan masakan Aceh lainnya. Dan nasi
merupakan makanan utamanya.
Seorang pemilik rumah penginapan di Lamno menceritakan pada hari-hari
pasar mingguan, wanita dan pria bermata biru ini datang ke Pasar Lamno
untuk belanja. "Kalau mau melihat mereka, saat itulah," kata pemilik
Losmen Lamno. Tapi jarang yang mau difoto. Maka untuk mendekati pria
atau gadis Lamno bermata biru sebaiknya melalui kepala desa atau
tokoh-tokoh Desa Daya yang biasanya lebih terbuka dengan masyarakat
luar.
Di Desa Daya juga terdapat sebuah bukit kompleks Makam Marhum Daya. Di
batu-batu Nisannya terdapat catatan-catatan sejarah yang tertulis dalam
aksara Babilonia dan Arab. Kompleks Makam Marhum Daya ini terpelihara
dengan baik dan selalu ada yang berziarah dan membaca ayat-ayat suci Al
Quran. Juga banyak yang datang karena tertarik pada sejarah kebesaran
Kerajaan Daya.
ADA tradisi yang cukup menarik dalam masyarakat Daya yang juga diikuti oleh warganya yang bermata biru, yaitu perayaan adat Seumeulueng (suguhan makanan) untuk raja dan juga semua rakyat Daya. Perayaan Seumeulueng ini berlangsung pada setiap Hari Raya kedua Idul Adha. Pada hari tersebut, seluruh rakyat Daya dengan dikawal oleh 17 pengawal yang berpakaian unik yakni, jubah hitam dengan kepala dan wajah tertutup oleh kerudung hitam sampai ke dada bagian atas, hanya berlubang pada bagian mata untuk melihat. Jubah itu bergaris-garis merah, dan pasukan pengawal kerajaan itu semuanya mengenakan pedang.
Rakyat yang berjalan dibelakangnya membawa hidangan makanan untuk raja.
Tempat upacaranya berada di atas sebuah bukit tak jauh dari kompleks
Makam Marhum Daya. Karena Raja Daya tidak ada lagi, maka yang menerima
hidangan itu adalah salah seorang dari tokoh masyarakat Daya atau bisa
juga salah seorang pejabat Kabupaten Aceh Barat yang dihormati
rakyatnya.
Hari itu semua warga Daya keluar dari rumahnya dan mereka mengenakan
pakaian yang baru yang indah-indah sebagai tanda ikut merayakan hari
Seumeulueng. Upacara ini selalu ramai karena masyarakat Lamno, Meulaboh,
ibu kota Aceh Barat, dan juga dari Banda Aceh, datang untuk menyaksikan
acara langka dan unik itu.
Semua kegiatan adat Seumeulueng itu jika dikemas dalam satu paket
wisata, ditambah dengan situs Kerajaan Daya yang masih tersisa, termasuk
Kompleks Makam Marhum Daya yang penuh relief beraksara Babylonia,
Turki, dan Arab kuno, akan menjadi daya tarik tersendiri.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Aceh Ramli Dahlan, setiap tahun ada
turis dari Eropa, di antaranya banyak dari Portugal yang datang ke Lamno
sebagai turis. Mereka datang ke bekas Kerajaan Daya itu untuk
menyaksikan orang-orang Aceh bermata biru di sana. Di antaranya terdapat
peneliti sejarah yang telah mendapat izin dari Pemda Aceh untuk
mengadakan penelitian.
Pemda Aceh Barat memang berupaya menghidupkan daerah Lamno sampai
Lageun menjadi daerah tujuan wisata (DTW) Aceh Barat. Di Lageun bahkan
telah dibangun rumah-rumah panggung bergaya Aceh untuk disewakan kepada
wisatawan mancanegara. Selain rumah-rumah panggung yang dilengkapi
dengan ruang tidur, ruang tamu, dan dapur, juga di kompleks pantai
Lageun itu telah dibangun sebuah restoran besar bergaya Aceh. Pemda Aceh
Barat juga berniat mencari investor membangun sebuah hotel berbintang
di kawasan pantai antara Kuala Daya sampai Lageun.
Menurut catatan sejarah yang ada di Pusat Dokumentasi Induk Aceh
(PDIA), Marco Polo dalam petualangan pelayaran keliling dunianya tahun
1292-1295 pernah singgah di Kerajaan Daya. Marco Polo kemudian
menuliskan kebesaran Kerajaan Daya itu dalam bukunya Far East yang
menceritakan tentang kebudayaan bangsa Indo Cina, Lamno Aceh, dan
orang-orang Banda Maluku Tengah. (Basri Daham)
Sumber : http://www.ilovemeulaboh.com/index.php?option=com_content&view=article&id=159:pesona-mata-biru-di-lamno&catid=28:sejarah&Itemid=62
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut