Pages

Senin, 05 Desember 2011

You Can Shine

Pertama, silakan tonton terlebih dahulu video diatas.
 


Film diatas adalah iklan sebuah produk shampoo kenamaan yang telah dibuat di negeri Thailand. Saat ini saya tidak ingin membahas film itu dalam perspektif sebuah marketing dan kreativitas sebuah iklan. Namun saya ingin sekali memaparkan apa yang saya pikirkan ketika saya selesai melihat video itu.
Awalnya saya menonton video ini ketika ada tugas Komunikasi social dan pembangunan KSP di kampus FISIP UNSYIAH, ketika sang dosen memberikan kami tugas tentang ….., dan ketika video ini diputarkan terasa begitu menggungah hati tentang perjuangan hati seorang gadis dalam mencapai impiannya. Kalimat terakhir begitu menggugah karena you can shine bisa terjadi pada siapa saja, yang bisa mengubah kepompong menjadi kupu-kupu.
Mari kita sedikit ikuti kembali percakapan antara si gadis tuli bersama gurunya yang juga tuli. Ada yang menarik disini.
guru : “You still play the violin?”
wanita : “Why am I  different from others?”
guru : “Why…..”
guru : “..do you have to be like others?”
guru : “Music…is a visible thing…Close your eyes…You will see…”
Saya berusaha mendalami kata-kata sang guru kembali. Dan lambat laun, saya mencoba mengaitkan hubungan intisari cerita ini dengan realita kehidupan nyata di dunia. Saya rasa mungkin banyak orang yang lahir tidak sempurna ke dunia ini. Mungkin ada beberapa diantara kita yang mungkin buta, tuli, bisu, cacat atau ketidaksempurnaan lainnya yang menjadi bagian hidup dari mereka yang bersangkutan.
Di dalam bukunya, Spiritual Capital, Darah Zohar dan Ian Marshall telah mengatakan bahwa tingkat tertinggi dari kebutuhan manusia adalah kemampuan manusia untuk dapat ‘memaknai apa yang ia lakukan’ atau dalam istilah psikologi modern saat ini disebut dengan Spiritual Capital.  Tidak satupun tersebutkan didalam buku itu bahwa ada korelasi antara tingkat kebutuhan tertinggi manusia dengan kesempurnaan dari sebuah fisik manusia. Jadi bisa kita simpulkan bahwa tidak ada kaitan antara pemenuhan kebutuhan seorang manusia dengan kekurangan-kekurangan yang ia punya. Maka tidak ada alasan lagi untuk seorang manusia membatasi harapan dan mimpinya. Tak peduli ia buta, tuli, bisu, atau kekurangan-kekurangan lainnya,  semua manusia memiliki hak yang sama untuk bermimpi dan berharap pada hal yang sama.
Mari kita kembali pada film inspiratif tadi. Pada awalnya sang wanita sangat sedih karena dengan kekurangannya (baca : tuli) pada temannya. Ia merasa bahwa kekurangannya itu membuatnya ia terkucilkan dan membuat ia berbeda dari kebanyakan manusia yang normal. Dalam kesepiaannya itu, diam-diam ia melatih bakat terpendamnya untuk dapat bermain biola. Dia terinspirasi oleh seorang tua tuli pandai bermain biola yang sering mengamen di pinggir jalan yang ia lewati.
Bakatnya ini sempat terkungkung oleh lingkungan sekitarnya.  Ia pun mencoba membangkitkan semangatnya kembali dengan cara bertemu dengan inspirator sejatinya, seorang tua pemain biola tadi -sang guru-. Selanjutnya, terjadilah percakapan antara sang guru dan sang murid. Sang guru telah menjelaskan pada sang murid bahwa jangan berfokus pada kekurangan pada diri kita yang menyebabkan kita berbeda dengan orang lain. Tetapi fokuslah untuk terus mengasah kemampuan musiknya.
“Music…is a visible thing…Close your eyes…You will see…”
Sang guru telah berhasil mengajarkan sesuatu yang penting pada muridnya, bahwa yang terpenting bukanlah terus menyesali apa yang telah menjadi  bagian diri kita, tetapi yang terpenting adalah maknailah apa yang kita kerjakan.
Banyak kendala yang ia hadapi ketika ia ingin mengkuti ajang kontes music, seperti kecemburuan temannya ketika melihat ia sedang bermain biola dengan sang guru dijalanan. Karena sang temannya ingin dia tidak mengikuti kontes tersebut, berbagai cara dilakukan termasuk membayar orang untuk memukul nsang guru dan menghancurkan biola yang ia punya.
Singkat cerita, dengan berbagai perjuangannya akhirnya sang wanita berhasil mengikuti ajang kontes musik dengan semangat yang berbeda seperti yang dulu. Kini ia mampu memaknai apa yang ia kerjakan. Ia tidak takut lagi berbeda dengan lainnya. Dengan atraksi memukaunya (dan tentu saja dengan kemilau rambutnya yang begitu indah) akhirnya mampu membuat semua juri tak mampu lagi berkata-kata -speechless- dan membuat semua hadirin yang ada disana memberikan standing applause kepada wanita itu.
Mungkin film diatas bisa jadi benar dan bisa jadi salah. Namun itu tidaklah menjadi masalah. Ada sekian banyak cerita nyata dan inspiratif,  mengisahkan keberhasilan orang-orang yang memiliki serba kekurangan  didalam dirinya namun mampu menjadi orang besar pengukir prestasinya di dunia ini.
Mulai dari ketulian seorang Ludwig Van Bethooven hingga kelumpuhan Syekh Ahmad Yasin tidak membuat mereka mengalah pada mimpi-mimpinya. Mereka tetap bisa menjadi orang-orang besar yang mengisi lembaran sejarah dunia ini. Dalam batas-batas kekurangan fisiknya, mimpi mereka jauh melebihi keterbatasannya. Ludwig Van Bethooven tetap berjaya dalam karya-karya musiknya dan Syekh Ahmad Yasin pun tetap berjaya dalam organisasi HAMAS Palestinanya yang sampai sekarang tetap gigih melawan zionis yahudi tanpa ada rasa gentar sedikitpun.
Maka agar terkesan sedikit bijak, izinkan saya menutup tulisan saya kali ini dengan sebuah kesimpulan singkat. Mereka yang memiliki serba kekurangan saja berani bermimpi menjadi orang-orang besar, apakah kita yang jauh lebih sempurna fisiknya ini masih takut untuk bermimpi besar? Tal perlu kau lafalkan jawabannya. Tetapi jawablah dengan jujur didalam celah langit hatimu saja. Dan bergeraklah merealisasikan mimpimu…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar