Pages

Senin, 02 Februari 2015

Kisah "Rumah Sakit" (Bagian Kedua)




Sumber Foto : joglosemar.co

Suasana di IGD sangat sibuk, apalagi ini adalah rumah sakit umum yang terbesar di Aceh, terlihat beberapa dokter sibuk menangani pasien. Berada di rumah sakit umum adalah sebuah pilihan. Karena sakit itu mahal harganya. Maka berada di rumah sakit umum tentunya sangat meringankan yang sakit. Karena di sana terdapat pilihan berobat gratis dengan berbagai jaminan dari pemerintahan, mulai dari jamkesmas, Askes, JKA maupun yang lainnya.

Beberapa keluarga mondar-mandir di IGD, bahkan tak jarang beberapa diantara mereka di suruh keluar oleh satpam yang bertugas karena terlalu ramai di dalam ruangan. Begitu pun dokter juga mengatkan demikian, cukup satu orang saja yang menemani pasien di dalam. Yang dikatakan oleh sang satpam dan dokter ada benarnya. Karena mereka harus menangani pasien yang terus datang dengan ruangan yang terbatas, bahkan beberapa pasien hanya mendapatkan tempat duduk berupa kursi itu sudah bersyukur dari pada disuruh berdiri. Beberapa pasien juga di rawat di atas lantai dengan alas kasur rumah sakit, karena memang banyak sekali pasien yang terus berdatangan masuk IGD.


Terlihat beberap dokter jaga IGD sibuk dengan pasien masing-masing. Ada juga yang hanya duduk berbincang dengan mereka sesama dokter, maupun berbincang dengan keluarga pasien. Dokter disini terlalu banyak bahkan ada yang hanya duduk saja memperhatikan pasien-pasien yang terus masuk. Begitu juga dengan dokter muda, ada yang sibuk ada juga yang bekerja.

Hal yang membuat hati saya miris adalah ketika, teman saya harus masuk IGD karena kecelakaan sepeda motor, di IGD ia sangat lama ditangani oleh sang dokter, bahkan darah terus keluar dari kakinya yang luka. Sang dokter berkata, lukanya harus dijahit. Dan kami hanya mengiyakan saja apa yang dikatakan oleh dokter mungkin itu yang terbaik. Dan kemudian dokter menulikan resep di sebuah kertas dengan logo rumah sakit. Dengan cepat teman saya yang lain mengambil obat diapotik terdekat, yang masih di dalam ruangan IGD juga. Di apotik dikatakan bahwa alat suntik harus diambil langsung oleh dokter yang bersangkutan, dan untuk obat luka hanya di berikan pil Paracetamol 500 gr dan sebuah salap kulit Gentamicin 0,1 % .
poskotanews.com


Setelah menunjukkan obat kepada dokter, sang dokter menyarankan pil tersebut harus segera di minum dan mengatakan untuk menunggu dokter bedah datang dan menunggu resep obat selanjutnya. Kami menunggu hingga satu jam lebih, sang dokter bedah juga tidak datang-datang memanggil nama kami. Setelah lama menunggu, akhirnya saya memberanikan diri untuk menanyakan kepada dokter, kapan luka teman saya akan di jahit. Saya mesih merekam perkataan dokter tersbut.
"teman kamu mana?" Tanya dokter kepada saya.
"diluar lagi nunggu dok"
"siapa suruh keluar, seharusnya nunggu disitu. Lihat tu kan sudah tidak ada tempat duduk lagi"

Alasan teman saya keluar pun karena terlalu bosan duduk didalam sendirian. Dia ingin ngobrol dengan teman yang datang menjenguk, karena di dalam IGD yang mendampingi pasien memang harus satu orang. Sebelum keluar pun, teman saya juga meminta izin kepada dokter yang sedang berdiri dan ngobrol dengan temannya di situ. Kata dokter tersebut tidak apa-apa, karena nanti akan di panggil.

Lalu saya menanyakan lagi kepada dokter yang saya tanyai tadi.
"Lalu ini gimana dok, kopan luka teman saya akan di jahit.??"
"Lah, kok tanya sama saya, tanya saja pada dokter bedah"
"Dokter bedahnya yang mana dok.??" Lala dokter cantik tersebut menunjukkan dua orang dokter yang sedang mengobrol di sebuah meja. Dengan butuh waktu lama, saya langsung mengahampiri dokter kedua dokter yang sedang duduk tersebut. Dan kembali bertanya kepada mereka.

"Dok, kapan teman saya akan di jahit lukanya.??"
"temannya mana.??" tanya dokter tersebut.
"lagi nunggu diluar dok, katanya nanti akan di panggil, kok lama sekali dipanggil dok?"
"sabar ya, ruanganya masih dipakai, tunggu saja sebentar lagi" tuturnya.
"Tapi teman saya sudah menunggu satu jam lebih dok"
"kamu masih mending satu jam, pasien yang lain harus nunggu tiga jam" ujar dokter tersebut dengan sedikit naga tegas.

Lah, inikah kerja para dokter dirumah sakit ini, kenapa pasien di ruang IGD harus menunggu lama.?? Sedangkan para dokter sibuk berlalu lalang, gosip sana gosip sini sesama para dokter. Sedangkan kami para pasien harus menunggu begitu lama, bahkan harus 3 jam, bagaikan harus ngantri di pom bensin kala minyak dalam keadaan langka. Saya turut prihatin kepada para pasien yang harus menunggu 3 jam hanya untuk mendapatkan sebuah ruang untuk menjahit luka. Saya kembali teringat ketika berada dipuskesmas. Di puskesmas untuk menjahit luka saja tidak perlu dalam ruangan khusus bedah, tapi dilakukan diruangan IGD terus didalam kondisi ramai masyarkat yang melihat korban kecelakaan, namun para perawat yang bertugas tetap kompeten merawat pasien tanpa harus menunggu 3 jam.

[BERSAMBUNG.....]

Lihat juga cerita bagian Pertama di Sini : Kisah "Jatuh Bangun"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar