Sumber Foto: dediwiyanto.wordpress.com |
Musibah, tidak ada yang menghendakinya. Bahkan ia bisa datang kapan saja.
Selasa 19 Januari 2015 yang lalu. Musibah itu datang menghampiri ku. Kejadian itu begitu cepat, dan semuanya bagaikan mimpi. Aku dan temanku terjatu dari sepeda motor, karena ada yang melintas tiba-tiba di depan kami. Kejadian itu membuat aku panik ketika melihat Bapak yang aku tabrak terlentar di atas aspal, aku semakin panik ketika telinga Bapak tersebut mengeluarkan darah yang banyak. Bahkan istrinya juga terjatuh bersama dia juga panik melihat kejadian itu. Aku dan dua orang warga setempat segera memindahkan sang Bapak ketepi jalan.
Semakin lama kerumunan semakin banyak, namun yang menolong tidak ada, bahkan mereka sibuk menanyakana. "kenapa, kenapa, dan kenapa.??" Sedangkan sang Bapak masih sekarat dengan sakit yang di derita akaibat kecelakaan yang terjadi. Bahkan ada juga yang berniat menolong sang Bapak dengan memberhenti mobil yang lewat, namun tidak ada yang memberhentikan mobilnya. Entah dimana hati yang berperi kemanusiaan itu, semuanya tinggal kata-kata yang tertera di dalam buku-buku saja, dan kata peri kemanusiaan itu hilang dalam benak manusia.
Sekitar setengah jam kemudian, ada sebuah mobil Pick UP yang berhenti dan menolong sang Bapak untuk di bawa kerumah sakit, dan temanku juga terluka, kakinya banyak keluar darah, namun aku tidak apa-apa, tidak ada luka sama sekali. Namun badanku tiba-tiba gemeteran, tidak ada yang memperdulikan itu, bahkan tidak ada yang menanyakan keadaanku, kecuali sang teman yang sama-sama mengalami kecelakaan denganku. Sebut saja namanya Ajir, teman yang mengalami kecelakaan denganki. Ketika mobil Pick Up berhenti, dengan cepat beberapa orang langsung mengangkat badan lemah sang Bapak keatas mobil pick up tersebut. Entah aku tidak tahu, siapa yang mengangkat Bapak tersebut. Apakah saudaranya atau orang-orang yang ada di sekitar. Sebab rasa perikemanusiaan itu kini sudah hilang di wajah-wajah manusia modern.
Mobil berangkat, kini Ajir telah berangkat kerumah sakit. Dan tidak lama setelah itu datanglah Visha dan Momo teman yang rencananya akan kami temui di sebuah warung kopi dengan fasilitas WIFI di Banda Aceh. Mereka tiba, aku langsung mengatakan bahwa Ajir sudah dibawa kerumah sakit, dan dengan cepat mereka menuju kerumah sakit. Aku kembali sendiri di tempat kejadian. Tiba-tiba ada seorang perempuan yang memakai pakaian dinas. Sepertinya dia seorang Pegawai Negeri. Dia mengatakan bahwa Bapak yang mengalami kecelakaan adalah adalah orang kampungnya. Maka dia berniat membantu, takut kami tidak bertanggung jawab. Kakak itu bernama Rahmi, pertama sekali kak Rahmi meminta nomor handphone yang bisa di hubungi. Dan memang untuk beberapa bulan terakhir hingga sekarang aku tidak menggunakan Handphone, karena hanphone ku rusak, dan aku belum sanggup untuk membeli sebuah handphone.
Kak rahmi kembali bertanya, ada nomor yang bisa di hubungi, aku kembali diam. Karena aku tidak mengahafal sepenuhnya nomor teman-teman, aku hanya menghafal beberapa angka saja. dengan keraguan aku tidak memberikan nomor yang bisa dihubungi. Kak Rahmi lalu meminta KTP. Dengan tangan gemeteran aku langsung mengambil dompet di saku belakang, lalu mengeluarkan KTP untuk diberikan kepada kak Rahmi. Lalu orang-orang di sekitar mengatakan bahwa motor tidak usah di bawa dulu. Lalu orang-orang tersebut memberikan kunci sepeda motor ketangan Kak Rahmi. Jika mengambilnya silahkan hubungi saya. Lalu saya mencatat nomor tersebut di telapak tangan. Karena tas yang saya bawa memang hanya berisi Laptop dan cargernya saja. Bahkan dia menenangkan saya, bahwa jika hanya ingin membantu, dan kak Rahmi mengatakan bahwa "LINTO (Suami)"nya kerja di POLSEK DARUSSALAM.
Sebelum kakak tersbut meninggalkan saya. Saya meminta kepada beliau untuk mengantarkan saya ke rumah sakit. Karena pada saat itu, kondisi dompet saya memang benar-benar kosong, dan tidak ada uang sepersenpun di dalam dompet maupun saku pada pakaian yang saya kenakan. Kak Rahmi mengatakan bahwa dia tidak bisa mengantarkan saya kerumah sakit, lalu dia memintakan kepada seorang perempuan yang kutaksir berusia sekitar 45 tahun untuk mengantarkan saya ke rumah sakit. Perempuan yang mengenakan baju berwarna merah jambu dengan jilbab hitam mengatakan tidak memiliki helm dan takut ditilang. Kak Rahmi kembali meyakinkan bahwa jika ditilnag nanti bilang saja buru-buru dan baru terjadi kecelakaan.
Ibu tersebut ternyata adalah orang sekampung dengan Bapak yang telah mengalami kecelakaan denganku. Bahkan ia bersedia mengantarkan ku ke rumah sakit umum Zainoel Abidin Banda Aceh. Kendaraan melaju dengan pasti dan dengan keyakinan semoga tidak di tilang oleh POLISI nantinya. Dan benar kami tidak di tilang, polisi hanya duduk di post jaga mereka, dan kami berlalu dengan cepat menuju IGD rumah sakit dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Ternyata disana aku masih melihat darah yang keluar dari kaki kiri temanku Ajir, Momo dan Visha berdiri disamping Ajir untuk menemaninya. Bahkan dokter belum menanganinya.
[BERSAMBUNG.... ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar