Latar belakang
sejarahnya, embrio ilmu komunikasi dipelajari sebagai bagian dari sosiologi di
Jerman dan tercakup dalam departemen bahasa Inggris di Amerika. Sejak awal
hingga kini, memang banyak ilmuwan dari berbagai disiplin telah memberikan
sumbangan kepada ilmu komunikasi. Antara lain Harold D. Lasswell (ilmu
Politik), Max Weber, Daniel Lehner, Everet M. Rogers (Sosiologi), Carl
I.Hovland, Paul Lazarsfeld (Psikologi), Wilburn Schramm (Bahasa), Shannon dan Weaver
(Matematika dan Teknik).
Eklektisme dari ilmu
komunikasi sebagai suatu bidang studi memang telah membawa hikmah tersendiri,
yaitu melahirkan beragam teori-teori komunikasi maupun konsep-konsep tentang
komunikasi. Fisher (1986) merangkum konsep-konsep komunikasi dalam empat
perspektif, yaitu: Mekanistis; Psikologi; Intereksional; Pragmatis. Pengaruh
konsep-konsep ilmu fisika sangat kelihatan pada perspektif mekanistis. Kemudian
pengaruh psikologi paling jelas nampak pada perspektif psikologi yang merupakan
pengembangan dari perspektif mekanistis dengan menerapkan teori S-R
(stimulus-respons). Sedangkan pengaruh sosiologi nampak pada perspektif
interaksional (bersumber dari teori interaksi simbolik) dan perspektif pragmatis
(bersumber dari teori sistem).
Komunikasi massa
adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan
melalui media massa pada sejumlah besar orang” ( Bittner, Mass Communication An
Introduction (1980). Komunikasi massa adalah suatu proses dalam mana
komunikator –komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara
luas dan secara terus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan
berbeda-beda dengan melalui berbagai cara.(Defleur dan Dennis, dalam bukunya
understanding mass communication(1985)
Lahirnya perspektif
komunikasi sebagai sumbangan berbagai disiplin, tidaklah menghabiskan hubungan
ilmu komunikasi dengan ilmu-ilmu lainnya. Kerja sama itu kemudian melahirkan
berbagai subdisiplin seperti: komunikasi politik (dengan ilmu politik); sosiologi
komunikasi (dengan sosiologi); psikologi komunikasi (dengan psikologi);
komunikasi organisasi (dengan ilmu administrasi); komunikasi antarbudaya
(denganantropologi); dan lain-lain.(referensi ini di ambil dari google)
Berdasarkan latar
belakang sejarah, ilmu komunikasi telah mengalami perkembangan yang memerlukan
waktu cukup panjang. Bermula dari suatu keterampilan tentang persurat kabaran
(Zaitungskunde di Eropa, dan Jurnalistik di Amerika) kemudian berkembang dan
berubah menjadi suatu disiplin ilmu yang bernama ilmu komunikasi.
Perkembangan
di Eropa.
Surat kabar sebagai studi
ilmiah mulai menarik perhatian pada tahun 1884. Studi tentang pers muncul
dengan nama Zaitungskunde di Universitas Bazel (swiss, dan delapan tahun
kemudian (1892) muncul juga di Universitas Leipzig di Jerman. Kehadiran
pengetahuan persuratkabaran ini semakin menarik perhatian ilmuwan. Pakar
sosiologi, Max Weber, pada Konggres Sosiologi (1910) mengusulkan agar sosiologi
pers dimasukkan sebagai proyek pengkajian sosiologi di samping sosiologi
organisasi. Weber pun telah meletakkan dasar-dasar ilmiah bagi pengkajian pers
sebagai studi akademik. Sepuluh tahuan kemudian pakar sosiologi lainnya, Ferdinant
Tonnies, mengkaji sifat pendapat umum dalam masyarakat massa. Dalam hubungan
antara pers dan pendapat umum itulah kemudian yang menaikkan gengsi suratkabar
menjadi ilmu dengan nama Zaitungswissenschaft (ilmu suratkabar) pada tahun
1925. dengan demikian persuartkabaran tidak tidak lagi dipandang sebagai
keterampilan belaka (Zaitungskunde), melainkan telah tumbuh sebagai suatu
disiplin ilmu. Dengan demikian publisistik diakui sebagai suatu kekuatan yang
dapat mengendalikan tingkah-laku manusia dan mewarnai perkembangan sejarahnya.
Perkembangan
di Amerika.
Ilmu komunikasi massa
berkembang di Amerika Serikat melalui jurnalistik. Sebagai sutau keterampilan
mengenai suratkabar, jurnalistik, sudah mulai dikenal sejak tahun 1970. Namun
sebagai pengetahuan yang diajarkan di universitas, barulah mulai dirintis oleh
Robert Leo di Washington College pada tahun 1870. Hal ini lebih berkembang lagi
setelah Perang Dunia II, karena semakin pakar dari disiplin sosiologi, politik
dan psikologi yang melakukan pengkajian berbagai aspek dari suratkabar, radio,
film dan televisi. Pada masa ini para pakar tersebut semakin merasa bahwa
jurnalistik tidak lagi mampu menampung berbagai pengkajian yang telah mereka
lakukan, sehingga perlu memberi nama yang lebih sesuai yaitu ilmu Komunikasi
Massa, sehingga obyek kajiannya tidak hanya mengenai suratkabar, melainkan
mencakup juga radio, film dan televisi. Keempat media itu disebut media massa.
Tokoh-tokoh utama dalam periode ini antara lain Harold D. Laswell, Carl I.
Hovland, Paul Lazarsfeld dan Ithiel de Sola Pool. Dasar ilmiah ilmu ini semakin
kokoh, dan metodoginya semakin disempurnakan.
Perkembangan ke arah
lahirnya ilmu komunikasi dimulai tahun 1950-an. Para ilmuwan sosiologi,
politik, dan komunikasi massa mengembangkan studi mengenai pembangunan,
terutama ditujukan pada negara-negara yang baru merdeka setelah Perang Dunia
II. Dengan demikian kajiannya tidak hanya menyangkut media massa saja, tetapi
sudah mencakup komunikasi sosial seperti penyuluhan, ceramah dan retorika. Hal
ini lebih diperkuat lagi oleh berbagai studi yang menemukan bahwa yang lebih
berperan dalan proses perubahan dalam masyarakat terutama dalam penyebaran
gagasan baru dan teknologi baru , justru bukan media massa, melainkan
komunikasi tatap muka (persona).
Tokoh utama yang telah
membawa ilmu komunikasi massa menjadi ilmu komunikasi adalah Wilbur Schramm. Ia
adalah seorang sarjana bahasa Inggris yang tertarik kepada kajian komunikasi,
karena memimpin sebuah University Press. Schramm yang kemudian memimpin Departemen
Komunikasi Massa di Universitas Iowa, dan memimpin penelitian komunikasi di
Stanford dan East West Center. Tokoh
lainnya adalah Daniel Lerner, dan Everet M. Rogers.
Perkembangan
di Indonesia.
Kajian ilmu komunikasi di
tanah air dimulai dengan nama Publisistik, dengan dibukanya jurusan Publisistik
di Fakultas Sosial dan Politik di Universitas Gajah Mada pada tahun 1950. Juga
di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat di Universitas Indonesia pada
tahun 1959. Demikian juga pada tahun 1960 di Universitas Pajajaran Bandung
dibuka Fakultas Jurnalistik dan Publisistik. Melalui proses yang panjang
lahirlah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 tahun 1982. Keppres ini
membawa penyeragaman nama disiplin ilmu ini menjadi ilmu komunikasi.
Beberapa tokoh yang telah
berjasa memasukkan ilmu komunikasi ke Indonesia dan kemudian mengembangkannya
di Universitas antara lain: Drs. Marbangun, Sundoro, Prof. Sujono Hadinoto,
Adinegoro, dan Prof. Dr. Mustopo. Pada tahun 1960-an, deretan tokoh ini
bertambah lagi dengan datangnya dua orang pakar dalam bidang kajian ilmu
komunikasi, yaitu Dr. Phil. Astrid S. Susdanto dari Jerman Barat (1964); dan
Dr. M. Alwi Dahlan (beliau secara langsung diajar oleh Wilbur Schramm) dari
Amerika Serikat (1967).
Kajian Sosiologi
tentang komunikasi Massa
Telaah sosiologi terhadap
fenomena kominikasi massa belum sepenuhnya berkembang seperti yang diharapkan.
Penyebab yang terpenting antara lain karena luasnya masalah itu sendiri.
Disamping adanya beberapa orientasi atau tema yang mendominasi studi mengenai
masalah ini pada masa lalu.
Beberapa
Pendekatan dalam Kajian Sosiologi Komunikasi Massa
Seharusnya sosiologi
komunikasi massa mengkaji secara mendalam masalah-masalah pokok yang begitu
luas, mengenai interaksi media massa dengan masyarakat media massa dengan
institusi social yang lain, dan system komunikasi massa dengan system-sistem
social lainnya.
Komunikasi
Massa Sebagai Suatu Pranata Sosial
Menurut Almond
keterkaitan antara elemen tersebut memilki ciri-ciri tertentu. Yaitu :
-
Kekomprehensifan
-
Interdependensi
-
Adanya batas
Menurut Reading, system
social merupakan suatu system dari elemen-elemen social. Mihel berpendapat
bahwa system social pada dasarnya terdiri dari dua individu yang melakukan interaksi secara langsung dan
tidak langsung dalam suatu situasi kebersamaan. Yang menjadi perhatian khusus
adalah orientasi para individu yang menjadi unsur system tersebut.
Media
Massa dan Sosial Kontrol
Apabila kita membaca
surat kabar maka berita yang kit abaca merupakan hasil interaksi antara system
komunikasi massa dengan system-sistem
social hasilny seperti misalnya system politik dan system ekonomi. System
komunikasi massa dapat mempengaruhi system pendidikan, misalnya system
komunikasi massa yang terlalu berorientasi untuk mencapai keuntungan, sehingga
segala sesuatu diarahkan untuk mendapatkan uang.
Efek Sosial Komunikasi Massa
Pertumbuhan media massa sebagai
perangkat kehidupan baik bagi individu maupun untuk bermasyarakat, turut
mengubah masyarakat yang tadinya bersifat agraris menjadi masyarakat kota. Pada
saat yang sama, pertumbuhan menuju masyarakat yang bersifat urban itu memang
membutuhkan sarana dan aktivitas komunikais yang bersifat modern, yakni
komunikasi massa.
Teori yang Menjelaskan Peniruan dari Media Massa
Aktivitas dan isi dari komunikasi massa turut
membentuk masyarakat massa. Hal ini karena sebagian dari isi yang dikandung dan
disebarluaskan oleh media massa adalah apa yang dikenal sebagai budaya massa.
Budaya massa pada saat ini lebih banyak menghasilkan seni yang ringan dan
hal-hal yang tak mungkin. Akibatnya orang cenderung menyukai karya yang
ringan-ringan. Hal ini berakibat timbul penggolongan budaya tinggi dan budaya
rendah. Peran media massa dalam hal ini sangat besar, ditunjang pula dengan
adanya publisitas, iklan dan reportase.
Media
Massa dan Proses Sosialisasi
Tanpa mengikari fungsi dan maafaat
media massa dalam kehidupan masyarakat, disadari adanya sejumlah efek sosial
negatif yang ditimbulkan oleh media massa. Karena itu media massa dianggap ikut
bertanggung jawab atas terjadinya pergeseran nilai-nilai dan perilaku di tengah
masyarakat seperti menurunnya tingkat selera budaya, meningkatnya kejahatan,
rusaknya moral dan menurunnya kreativitas yang bermutu. Efek negatif yang
ditimbulkan oleh media massa terutama dalam hal delinkuensi dan kejahatan
bersumber dari besarnya kemungkinan atau potensi pada tiap anggota masyarakat
untuk meniru apa-apa yang disaksikan ataupun diperoleh dari media massa.
Pengenaan (exposure) terhadap isi media massa memungkinkan khalayak untuk
mengetahui sesuatu isi media massa, kemudian dipengaruhi oleh isi media
tersebut. Bersamaan dengan itu memang terbentang pula harapan agar khalayak
meniru hal-hal yang baik dari apa yang ditampilkan media massa.
Media
Massa sebagai Agen Sosialisasi
Kemungkinan dan proses bagaimana
terjadinya peniruan terhadap apa yang disaksikan atau diperoleh dari isi media
massa dapat dipahami melalui beberapa teori. Yang pertama adalah teori peniruan
atau imitasi. Kemudian teori berikutnya tentang proses mengidentifikasi diri
dengan seseorang juga menjelaskan hal yang sama. Sedangkan teori social
learning mengungkapkan faktor-faktor yang mendorong khalayak untuk belajar dan
mampu berbuat sesuatu yang diperolehnya dari interaksi sosial di tengah
masyarakat.