1. Pengartian Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Pada
awalnya, studi lintas budaya berasal dari perspektif antropologi sosial dan
budaya sehingga kajiannya lebih bersifat depth description, yakni penggambaran
yang mendalam tentang perilaku komunikasi berdasarkan budaya tertentu. Banyak pembahasan komunikasi lintas budaya
yang berkisar pada perbandingan perilaku komunikasi antarbudaya dengan
menunjukkan perbedaan dan persamaan
sebagai berikut:
Persepsi, yaitu
sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan lingkungan sosial dan
fisik terhadap pembentukan persepsi
Kognisi, yang
terdiri dari unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir, bahasa dan cara
berpikir.
Sosialisasi,
berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan relativitas, tujuan-tujuan
institusionalisasi; dan
Kepribadian, misalnya
tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, dan tipologi karakter atau
watak bangsa.
Kepekaan terhadap budaya
Menurut
Wing Morse ; banyak pembicaraan bisnis menjadi sia – sia karena pemahaman yang
buruk mengenai isyarat – isyarat komunikasi nonverbal. Alasan terpenting
menjadi kompeten dalam antarbudaya adalah bahwa kehidupan pribadi anda akan
lebih memuaskan dan kehidupan kerja anda akan lebih produktif, membahagiakan
dan efektif.
Terdapat beberapa hal yang dapat
menjadikan anda peka terhadap antarbudaya :
a. Menghindari etnosentrisme
Merupakan
suatu sikap alami yang melekat dalam semua kebudayaan, etnosentrisme adalah
keyakinan pada superioritas ras seseorang, hal ini cenderung menyebabkan kita
menghakimi orang lain menurut nilai – nilai kita sendiri.
Pandangan
dari Usha George ; kita semua berusaha menafsirkan dunia melalui lensa budaya
kita sendiri.
b. Menjembatani kesenjangan
Setiap
kebudayaan dapat dipelajari dengan pengenalan budaya dan pelatihan, anda dapat
mempelajari sikap dan perilaku baru yang membantu menjembatani kesenjangan
antarbudaya. Hal – hal yang dapat jadikan untuk menjembatani kesenjangan, yaitu
:
- Toleransi
Dengan
mengaplikasi sikap empati, hal ini berarti mencoba melihat dunia melalui meta
orang lain, membantu anda menjadi lebih toleran, lebih sedikit menghakimi dan
untuk mencari pijakan yang sama.
- Menjaga muka
Muka
mengacu pada citra yang dimiuliki seseorang dalam kehidupan sosialnya, menjaga
muka mungkin memerlukan ketidaklangsungan untuk menghargai perasaan dan
martabat orang lain. Pendengan yang empati mengenali bahasa penolakan dan tidak
memaksa lebih lanjut.
- Kesabaran
Toleransi
terkadang melibatkan sikap sabar dan diam
2.
Pendekatan
Komunikasi Lintas Budaya
- Pendekatan Perangai terjadi Tatkala
berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan lain, maka anda menampilkan
perangai (trait) tertentu. Ingatlah bahwa perangai tidak saja dibentuk oleh
factor-faktor internal individu tetapi juga dipengaruhi oleh factor-faktor
social. Itulah yang disebut Internal Response Trait yaitu derajat (tinggi atau
rendah) kestabilan disposisi dan konsistensi disposisi individu untuk merespons
karakteristik orang lain.
- Pendekatan Perseptual apabila Anda
harus mengidentifikasi jenis-jenis persepsi, seperti kognisi (akal), pandangan
dan pemahaman bahwa semua itu berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi lintas
budaya yang memperhitungkan tekanan psikologi, berkomunikasi secara efektif dan
membangun relasi antar pribadi.
- Pendekatan Perilaku merupakan Pendekatan terhadap kompetensi
komunikasi lintas budaya dapat juga dilakukan melalui pendekatan perilaku,
terutama perilaku social (perilaku individu dalam konteks social) karena invidu
berhubungan dengan seseorang dalam konteks budaya tertentu.
- Pendekatan terhadap kebudayaan
tertentu. Jika kita ingin meningkatkan komunikasi dengan orang lain dari
kebudayaan lain maka yang dilakukan adalah mempelajari kebudayaan, belajar
tentang nilai, norma, kepercayaan, bahasa, struktur pengetahuan, system social
dan budaya, system ekonomi, mata pencaharian, dan adat
Asumsi dasar bahwa komunikasi sangat
berhubungan dengan perilaku manusia dan kepuasan terpenuhi kebutuhan
berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya. Ketika kita berbicara, sebenarnya
kita sedang berprilaku. Melambaikankan, tersenyum, bermuka masam, mengganggukan
kepalaatau memberikan suatu isyarat , kita juga sedang berprilaku.
Pendekatan dalam komunikasi berfokus
pada pemberian makna kepada perilaku. Pemberian disini berarti bahwa kita
memberikana mankna yang telah kita miliki kepada perilaku yang telah kita
observasi dilingkungan kita. Berbagai makna tel;ah tumbuh sepanjang
hidup kita sebagai akibat dari
pengaruh budaya kita terhadap kita sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman pribadi. Makna
adalah relative bagi kita masing-masing, oleh karena kita masing-masing adalah
manusia yang unik dengan latar belakang yang berbeda-beda dan memilki
pengalaman yang unik pula.
3.
Proses
Komunikasi Lintas Budaya
a.
Sistem Kepercayaan, Nilai dan Sikap
Nilai-nilai
adalah aspek evaluative dari sitem kepercayaan, nilai dam sikap. Dimensi
evaluative ini meliputi kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan,
estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan, dan kesenangan. Meskipun setiap orang
mempunyai tatanan nilai ayang unik, terdapat pula nilai-nilai yang
cenderungmenyerap budaya. Nilai-nilai ini dinamakan nilai budaya.
Nilai
dari suatu budaya menampakkan diri dari perilaku para anggotabudaya yang
dituntut oleh budaya. Nilai-nilai ini disebut nilai normative. Sseperti seorang pengendara motor dituntut
berhenti ketika tanda lampu merah menunjukkan tanda berhenti.
b.
Peran Bahasa dalam Komunikasi
Berkomunikasi dengan orang lain adalah
rutinitas kita sehari- hari. Dalam berkomunikasi tentunya kita menggunakan
bahasa dalam penyampaiannya. Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang
tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang
terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata
bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan
baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya. Bahasa
adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi
diri. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan
bendanya. Bahasa memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai alat untuk
berkomunikasi dengan sesama manusia, alat untuk bekerja sama dengan sesama
manusia, alat untuk mengidentifikasi diri. Pada dasarnya, bahasa sebagai alat
komunikasi tidak hanya secara lisan, tetapi juga menggunakan bahasa isyarat
tangan atau anggota tubuh lainnya.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh
faktor biologis dan faktor lingkungan. Faktor biologis
diantaranya evolusi biologis, ikatan biologis, bahasa binatang, dan masa kritis
belajar bahasa. Evolusi biologis,
perubahan biologis membentuk manusia linguistik, karena berkenaan dengan
evolusi biologis, otak, sistem saraf, dan sistrem vokal berubah selama
beratus-ratus juta tahun dan akhirnya bahasa adalah pemerolehan yang selalu
baru terjadi. Ikatan biologis,
bahasa adalah suatu kemampuan gramatikal yang dibawa sejak lahir yang
memungkinkan anak mendeteksi kategori bahasa tertentu. Peranan otak, otak yang paling berperan dalam perkembangan bahasa
adalah otak kiri, tetapi dalam melakukan kegiatan ada keterkaitan antara dua
belahan otak yaitu kana dan kiri. Bahasa
binatang, binatang dapat berkomunikasi dengan sesamanya dan dapat
dilatih untuk dimanipulasi simbul-simbul bahasa. Periode kritis belajar, bahasa harus digerakan melalui belajar dan
waktu yang efektif untuk pengembangan bahasa adalah selama usia dini. Faktor lingkungan, mencakup perubahan
kultural dan konteks sosiokultural bahasa, dukungan sosial untuk perkembangan
bahasa yang meliputi simplikasi pengasuhan dan pemetaan melalui motherese,
recasting, echoing, expanding, labeling, modeling, dan correctiver feedback.,
dan pandangan behavioral. Dalam berbahasa seseorang melalui beberapa tahap,
diantaranya perkembangan bahasa usia bayi, perkembangan bahasa usia dini,
perkembangan bahasa usia sekolah, dan perkembangan membaca dan menulis.
Bila kegiatan belajar mengajar yang
diciptakan efektif, maka perkembangan bahasa anak dapat berjalan secara
optimal. Sebaliknya bahwa jika kurang efektif, maka perkembangan bahasa anak
mengalami hambatan. Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif dalam
pergaulan sosial, maka sangat diperlukan bahasa yang komunikatif yang
memungkinkan semua pihak yang terlibat interaksi belajar mengajar dapat
berperan aktif dan produktif. Sehingga guru SD diharapkan lebih banyak
menggunakan bahasa anak daripada bahasa orang dewasa. Lingkungan yang
kondusif dapat tercipta sesuai dengan kebutuhan anak untuk perkembangan bahasa
pada saatnya, akan berdampak sangat positif terhadap perkembangan bahasa anak,
tidak hanya sebagai pengguna bahasa yang pasif, melainkan juga dapat menjadi
pengguna bahasa yang aktif.
c. Bahasa
Tubuh
Penggunaan bahasa tubuh dalam
berkomunikasi, biasa disebut sebagai komunikasi non-ujaran (non-verbal
communication). Manajer perlu mengetahui cara menggunakan bahasa tubuh sebagai
cara penekanan ekspresi pesan yang akan disampaikan. Hal ini penting untuk
menghindari terjadinya distorsi informasi.
Ketika berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa ujaran (verbal communication) orang acap menggunakan bantuan gerak-gerik
anggota tubuh [seperti mata, tangan, kepala, dll). Kemampuan memanfaatkan
anggota tubuh merupakan aset komunikasi dan bukan sekedar tampilan fisik. Jika
digunakan secara tepat dan benar akan menimbulkan rasa tenteram (bagi diri
sendiri atau pendengar), memperjelas bahasa ujaran dan sekaligus akan menghasilkan
dampak positif yang mungkin tidak diduga. Sebagai contoh, cara berdiri,
bergerak, menatap, dan tersenyum yang dimanipulasikan sedemikian rupa akan
memberi nuansa komunikatif terhadap penampilan kata-kata.
Perilaku
nonverbal. Bahasa
verbal merupakan istilah digital, dengan kata lain “kata” sebgai
simbolisasi atas fenomena tertentu. Perilaku nonverbal merupakan istilah analogi,
yang mewakili fenomena tertentu dengan menciptakan keadaan atau suasana
yang diekspresikan secara langsung. Misalnya, secara digital kita
ucapkan “Aku Mencintai mu”. Sementara, secara analogi perasaan
tersebut terwakili dengan tatapan dan sentuhan.
d. Lingkungan komunikasi,
Lingkungan
(konteks) komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga dimensi:
1. Fisik, adalah ruang dimana komunikasi berlangsung yang nyata atau berwujud.
1. Fisik, adalah ruang dimana komunikasi berlangsung yang nyata atau berwujud.
2.
Sosial-psikoilogis, meliputi,
misalnya tata hubungan status di antara mereka yang terlibat, peran yang
dijalankan orang, serta aturan budaya masyarakat di mana mereka berkomunikasi.
Lingkungan atau konteks ini juga mencakup rasa persahabatan atau permusuhan,
formalitas atau informalitas, serius atau senda gurau,
3.
Temporal (waktu), mencakup waktu
dalam hitungan jam, hari, atau sejarah dimana komunikasi berlangsung.
Ketiga dimensi lingkungan ini saling berinteraksi; masing-masing mempengaruhi dan dipengaruhi oleh yang lain. Sebagai contoh, terlambat memenuhi janji dengan seseorang (dimensi temporal), dapat mengakibatkan berubahnya suasana persahabatan-permusuhan (dimensi sosial-psikologis), yang kemudian dapat menyebabkan perubahan kedekatan fisik dan pemilihan rumah makan untuk makan malam (dimensi fisik). Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan banyak perubahan lain. Proses komunikasi tidak pernah statis.
Daftar Pustaka
- -
Liliweri
MS, Alo, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, (LKiS: Yogyakarta)
2003
- - Mulyana,
Dedi & Jalaluddin Rahmat, Komunikasi Antar Budaya : Panduan
Berkomunikasi dengan orang-orang berbeda budaya, (PT. Remaja Rosda Karya :
Bandung) 1996.
- -
Mulyana,
Dedi, Komunikasi Efektif, PT. Remaja Rosda Karya : Bandung. 2008
- -
http://mrlungs.wordpress.com/2010/08/16/mengembangkan-kompetensi-lintas-budaya/ diakses pada 10 Maret 2012