TEORI MELVIN DEFLEUR DAN SANDRA BALL-ROKEACH
DeFleur dan
Ball-Rokeah melihat pertemuan khalayak dengan media berdasarkan 3 kerangka
teroritis, yaitu :
- Perspektif perbedaan individual
- Perspektif kategori sosial
- Perspektif hubungan sosial
1) Perspektif perbedaan individual
Perspektif perbedaan individual memandang bahwa sikap dan
organisasi personal-psikologis individu akan menentukan bagaimana individu
memilih stimuli dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna terhadap
stimuli tersebut.
Setiap orang mempunyai potensi biologis, pengalaman
belajar, dan berada dlam lingkungan yang berbeda. Perbedaan ini menyebabkan
pengaruh media masa yang berbeda pula.
2)
Perspektif kategori sosial
Perspektif kategori sosial berasumsi bahwa dalam
masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial yang reaksinya pada stimuli
tertentu cenderung sama. Kelompok sosial berdasarkan usia, jenis kelamin,
tingkat pendapatan, pendidikan, tempat tinggal, dan keyakinan beragama
menampilkan kategori respons yang cenderung sama.
Anggota-anggota kategori tertentu akan cenderung memilih
isi komunikasi yang sama dan akan memberi respons kepadanya dengan cara yang
hampir sama pula.
Misalnya,
anak-anak akan membaca Bobo, Ananda, Hai, dsbnya;
Ibu-ibu akan akan
membaca Femina, Ayah Bunda, dsbnya.
3)
Perspektif hubungan sosial
Perspektif ini menekankan pentingnya peranan hubungan
sosial yang informal dalam mempengaruhi reaksi orang terhadap media massa.
Perspektif ini tampak pada model “two step flow of communications”.
Dalam model ini, informasi bergerak melewati dua tahap.
Tahap pertama; informasi bergerak pada sekelompok individu yang relatif lebih
tahu dan sering memperhatikan media massa.
Tahap kedua; informasi bergerak dari orang-orang tersebut di atas
(disebut pemuka pendapat/opinion leader) dan kemudian melalui saluran-saluran
interpersonal disampaikan kepada individu yang bergantung kepada mereka dalam
hal informasi.
Teori uses and gratification
Teori ini menjawab
pertanyaan-pertanyaan : apa yang mendorong kita menggunakan media? Mengapa kita
senang acara X dan membenci acara Y? Bila Anda kesepian, mengapa Anda lebih
senang mendengarkan musik klasik dalam radio daripada membaca novel? Apakah
media massa berhasil memenuhi kebutuhan kita?.
Para pendiri teori
ini adalah Elihu Katz, Jay G. Blumler, dan Michael Gurevitch.
Asumsi-asumsi teori uses and gratification adalah
:
- Khalayak dianggap aktif; artinya penggunaan media massa oleh khalayak diangap mempunuai tujuan.
- Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.
- Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media hanyalah sebagian dari begitu luasnya kebutuhan manusia. Bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui konsumsi media amat bergantung pada perilaku khalayak yang bersangkutan.
- Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khalayak; artinya orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.
- Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak.
Model uses and
gratification memandang individu sebagai mahluk supra- rasional dan sangat
selektif. Jadi model ini bertolak belakang dengan model atau teori “Jarum
Hipodermic” atau “Magic Bullets Theory” yang memandang media massa,
lewat pesan-pesannya, adalah sangat ampuh/powerful.
Jadi jelaslah kita
menggunakan media massa karena didorong oleh motif-motif tertentu. Ada berbagai
kebutuhan yang dipuaskan oleh media massa, dan pada pada saat yang sama,
kebutuhan ini dapat pula dipuaskan sumber lain selain media massa.
Misalnya, ketika kita
ingin mencari kesenangan, maka media massa dapat memeberikan hiburan; ketika
kita mengalami goncangan batin, maka media massa memberikan kesempatan untuk
melarikan diri dari kenyataan; ketika kita kesepian, maka media massa berfungsi
sebagai sahabat.
Akan tetapi, semua
yang disebut di atas, yaitu hiburan, kesenangan, persahabatan, dan ketenangan
dapat juga diperoleh dari sumber-sumber lain, seperti kawan, hobi, atau rumah
ibadah.
MOTIF KOGNITIF GRATIFIKASI MEDIA
Motif kognitif
menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai
tingkat ideasional tertentu.
- Teori Konsistensi
Teori ini mendominasi penelitian psikologi sosial pada
tahun 1960-an. Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang dihadapkan pada
berbagai konflik. Konflik ini mungkin terjadi di antara beberapa kepercayaan
yang dimilikinya.
Misalnya di antara
kepercayaan “merokok itu merusak kepercayaan” dan “merokok itu membantu proses
berpikir”.
Atau konflik di
antara beberapa hubungan sosial, misalnya “saya menyukai Rini”; Rini membenci
Iwan”; sedangkan “Saya menyukai Iwan”, konflik di antara pengalaman masa lalu
dan masa kini.
Dalam suasan konflik, manusia tidak tenang dan berusaha
mendamaikan konflik itu dengan mencari kompromi. Kompromi diperoleh dengan
rasionalisasi.
Misalnya, kembali
pada contoh di atas, “Tetapi rokok yang saya isap sudah disaring filter”, atau
“saya merokok tidak terlalu sering-sering amat”. Atau melemahkan salah satu kekuatan penyebab
konflik, misalnya “Saya tidak begitu senang pada Iwan”.
Dalam hubungan ini, Komunikasi massa empunyai potensi
untuk menyampaikan informasi yang menggoncangkan kestabilan psikologis
individu. Tetapi pada saat yang sama, karena individu mempunyai kebebasan untuk
memilih isi media, media massa memberikan banyak peluang untuk memenuhi
kebutuhan akan konsisitensi.
Media massa juga
menyajikan berbagai rasionalisasi, justifikasi, atau pemecahan persoalan yang
efektif. Komunikasi massa kadangkala lebih efektif daripada komunikasi
interpersonal, karena melalui media massa orang menyelesaikan persolan tanpa
terhambat gangguan seperti yang terjadi dalam situasi komunikasi
interpersonal.
- Teori Atribusi
Teori ini berkembang pada tahun 1960-an dan 1970-an.
Teori ini memandang individu sebagai psikolog amatir yang mencoba memahami
sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya.
Teori ini mencoba mencoba menemukan apa yang menyebabkan
apa, atau apa yang mendorong siapa untuk melakukan apa. Respons yang kita
berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang
peristiwa itu.
Misalnya, kita
tidak begitu gembira ketika dipuji oleh orang – yang menurut persepsi kita –
menyampaikan pujian itu kepada karena ingin dia ingin meminjam uang pada kita.
Teori Atribusi
menyatakan, kita memiliki banyak teori tentang peristiwa-peristiwa. Kita senang
bila teori-teori ini “terbukti” benar.
Dalam kaitannya
dengan komunikasi massa, media massa memberikan validasi atau pembenaran pada
teori kita dengan menyajikan realitas yang disimplikasikan, dan didasarkan pada
stereotype.
Media massa
seringkali menyajikan kisah-kisah (fiktif atau faktual) yang menunjukkan bahwa
yang jahat selalu kalah dan kebenaran selalu menang. Berbagai kelompok yang
mempunyai keyakinan yang menyimpang dari norma yang luas dianut oleh masyarakat
akan memperoleh validasi dengan membaca majalah atau buku dari kelompoknya.
Misalnya,
orang-orang lesbian atau homoseks yakin bahwa perilakunya bukanlah menyimpang,
karena mereka membaca buku dan majalah yang mendukungnya.
- Teori Kategorisasi
Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang selalu
mengelompokkan pengalamannya dalam kategorisasi yang sudah dipersiapkannya.
Untuk setiap
peristiwa sudah disediakan tempat dalam prakonsepsi yang dimilikinya. Dengan
cara itu, individu menyederhanakan pengalaman, tetapi juga membantu mengkoding
pengalaman dengan cepat.
Menurut teori ini, orang memperoleh kepuasan apabila
sanggup memasukkan pengalaman dalam kategori-kategori yang sudah dimilikinya,
dan menjadi kecewa bila pengalaman itu tidak cocok dengan prakonsepsinya.
Dikaitkan dengan
komunikasi massa, pandangan ini menunjukkan bahwa isi media massa, yang disusun
berdasarkan alur-alur cerita yang tertentu, dengan mudah diasimilasikan pada
kategori-kategori yang ada. Berbagai upacara, pokok dan tokoh, dan berbagai
peristiwa biasanya ditampilkan sesuai dengan kategori-kategori yang sudah
diterima.
Misalnya, ilmuwan
yang berhasil karena kesungguhannya, pengusaha yang sukses karena bekerja
keras, adalah contoh-contoh peristiwa yang memperkokoh prakonsepsi bekerja keras dan kesungguhan.
- Teori objektifikasi
Teori memandang manusia sebagai mahluk yang pasif, yang
tidak berpikir, yang selalu mengandalkan petunjuk-petunjuk eksternal untuk
merumuskan kosep-konsep tertentu.
Teori ini
menunjukkan bahwa kita mengambil kesimpulan tentang diri kita dari perilaku
yang tampak.
Teori objektifikasi menunjukkan bahwa terpaan isi media
dapat memberikan petunjuk kepada individu untuk menafsirkan atau
mengidentifikasi kondisi perasaan yang tidak jelas, untuk mengatribusikan
perasaan-perasaan negatif pada faktor-faktor eksternal, atau untuk memberikan
kriteria pembanding yang ekstrem untuk perilakunya yang kurang yang kurang
baik.
Misalnya, seorang
pegawai yang merasa tidak begitu bersalah ketika ia menyelewengkan uang kantor
setelah mengetahui peristiwa korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh orang
lain.
- Teori Otonomi
Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang berusaha
mengaktualisasikan dirinya sehingga mencapai identitas kepribadian yang otonom.
Dalam kaitannya
dengan komunikasi massa, media massa tampaknya sedikit sekali memuaskan
kebutuhan humanistik ini. Acara televisi atau isi surat kabar tidak banyak
membantu khalayak untuk menajdi orang yang mampu mengendalikan nasibnya.
- Teori Stimulasi
Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang “lapar
stimuli”, yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman yang baru, yang selalu
berusaha memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya.
Dalam hubungannya
dengan komuniksi massa, media massa seperti TV, radio, film, dan surat kabar
mengantarkan orang paa dunia yajng tidak terhingga, baik lewat kisah-kisah yang
fantastis maupun yang aktual.
MOTIF AFEKTIF GRATIFIKASI MEDIA
1. Teori Reduksi Ketegangan
Teori memandang manusia seabgai sistem tegangan yang
memperoleh kepuasan pada pengurang ketegangan.
Tegangan emosional karena marah berkurang
setelah kita mengungkapkan kemarahan itu, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Ungkapan perasaan dipandang dapat berfungsi sebagai katarsis atau
pelepas ketegangan.
Menurut kerangka teori ini, komunikasi massa menyalurkan
kecenderungan destruktif manusia dengan menyajikan peristiwa-peristiwa atau
adegan-adegan kekerasan.
Itulah sebabnya
teori ini mengatakan, penjahat mungkin tidak jadi melepaskan dendamnya setelah
puas menyaksikan pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh seorang jagoan
dalam film.
2. Teori Ekspresif
Teori ini mengatakan bahwa orang memperoleh kepuasan
dalam mengungkapkan eksistensi dirinya, dalam arti menampakkan perasaan dan
keyakinannya.
Dalam hubungannya
dengan komunikasi massa, komunikasi massa mempermudah orang untuk berfantasi, melalui identifikasi dengan
tokoh-tokoh yang disajikan, sehingga orang secara tidak langsung mengungkapkan
perasaannya.
Media massa bukan
saja membantu orang untuk mengembangkan sikap tertentu, tetapi juga menyajikan
berbagai macam permainan untuk ekspresi diri, misalnya melaui teka teki silang,
kontes, acara kuis dan lain-lain.
3. Teori ego-defensif
Teori ini beranggapan bahwa dalam hidup ini kita
mengembangkan citra diri yang tertentu dan berusaha untuk mempertahankan citra
diri ini.
Dalam hubungannya
dengan komunikasi massa, dari media massa kita memperoleh informasi untuk
membangun konsep diri kita , pandangan dunia kita, dan pandangan kita tentang
sifat-sifat manusia.
Pada saat citra
diri kita mengalami kerusakan, media massa dapat mengalihkan perhatian kita
dari kecemasan kita. Dengan demikian,
komunikasi massa memberikan bantuan dalam melakukan teknik-teknik pertahanan
ego.
- Teori Peneguhan
Teori ini memandang bahwa orang dalam situasi tertentu
akan bertingkah laku dengan suatu cara yang membawanya kepada ganjaran seperti
yang telah dialaminya pada waktu lalu.
Menurut kerangka
teori ini, orang menggunakan media massa karena mendatangkan ganjaran berupa
informasi, hiburan, hubungan dengan orang lain, dan sebagainya.
Di samping isi media yang memang menarik, tindkan
menggunakan media sering diasosiasikan dengan suasana yang menyenangkan;
misalnya menonton televisi dilakukan di tengah-tengah keluarga, membaca buku
dilakukan di tempat yang sepi dan tenang dan jauh dari gangguan, dan
sebagainya.
- Teori Afiliasi
Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang mencari
kasih sayang dan penerimaan orang lain.
Dalam hubungannya
dengan gratifikasi media, banyak sarjana ilmu komunikasi yang menekankan fungsi
media massa dalam menghubungkan individu dengan individu lain.
Misalnya, Lasswell menyebutnya fungsi “correlation”.
Ahli mengatakan,
komunikasi massa digunakan individu
untuk menghubungkan dirinya dengan orang lain seperti keluarga, teman, bangsa,
dan sebagainya.
- Teori Identifikasi
Teori ini melihat
manusia sebagai pemain peranan yang berusaha memuaskan egonya dengan
menambahkan peranan yang meuaskan pada konsep dirinya. Dalam hubungannya dengan
komunikasi massa, media massa yang menyajikan
cerita fiktif dan
faktual, mendorong orang-orang untuk memajukan peranan yang diakui dan
berdasarkan gaya tertentu.